mengabadikan dengan tulisan

17 Maret 2023

Pulau Penyengat Masuk 500 Besar Desa Wisata ADWI 2023


Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri) masuk 500 besar Desa Wisata, Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023.

Pengumuman tersebut disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, melalui video yang diunggah di akun Instagram Kemenparekraf RI.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tanjungpinang, Muhammad Nazri mengucap rasa syukur karena pulau Penyengat berhasil masuk 500 desa wisata di ajang anugerah desa wisata Indonesia 2023.

"Alhamdulillah, setelah melewati proses kurasi dan penilaian dari dewan juri, Penyengat berhasil lolos 500 desa wisata dari 4.573 desa wisata yang mendaftar di ADWI 2023," ucap Nazri, Sabtu (18/3/2023).

Untuk meraih penilaian ke tahap selanjutnya, kata Nazri, pihaknya telah menggandeng dan berkolaborasi dengan berbagai pihak, baik pokdarwis, pengelola destinasi wisata, pengiat pariwisata, masyarakat, organisasi seperti PHRI dan Asita, hingga Perguruan Tinggi dan akademisi pariwisata. 



Dengan capaian ini tentunya menjadi semangat bagi kita semua untuk terus kreatif, berinovasi, dan berbenah membangun pariwisata berkelanjutan di kota Tanjungpinang.

"Untuk mencapai penilaian terbaik, kami membutuhkan dukungan dan kerja sama seluruh pihak. Mohon doa masyarakat agar Penyengat terus melaju ke tahap 50 besar dan menjadi desa wisata terbaik di Indonesia," harap Nazri. 

Share:

15 Maret 2023

Asal Usul Akau, Kuliner Malam Legendaris di Tanjungpinang Sejak 1959

Asal usul akau potong lembu wajib anda ketahui jika kalian adalah seorang pencinta kuliner, khususnya di Tanjungpinang.

Akau Potong Lembu ini ternyata sudah mewarnai kuliner ibu kota Provinsi Kepulauan Riau sejak 1959. Bahkan, Akau Potong Lembu masih menjadi kuliner favorit saat ini.



50 meter sebelum tiba di kawasan Akau, pengunjung akan mencium wangi masakan yang sedap. Wangi sedap itu ternyata berasal dari puluhan pedagang, yang sedang mengolah bahan makanan.


Rata-rata pedagang Akau Potong Lembu menjual makanan yang sudah legendaris. Seperti Gong-gong, mie miskin, cendol hingga kwetiau.


Salah seorang pedagang Akau Potong Lembu, Abdul Gafar alias Apo (47) mengakui, dia telah berdagang di Akau Potong Lembu sejak 6 tahun belakangan ini. 


Namun, Apo sudah ikut membantu orang tuanya berdagang sate di Akau, sejak dia masih berseragam SMP. Jadi, dia mengetahui secara persis, bagaimana sejarah Akau.


"Akau", sesungguhnya bukan lah nama pahlawan, Jalan, atau sebuah tempat yang ada di wilayah setempat. Akau ialah nama pedagang.


Istilah Akau, rupanya diambil dari nama pedagang sate. Pedagang sate itu pernah berjualan di Jalan Merdeka, tepatnya di depan Kantor Polsek Tanjungpinang Kota, pada tahun 1959.


"Namanya Ajang, tapi dipanggil Akau. Dia jualan setiap sore di Jalan Merdeka, dan tepat disamping dagangan bapak saya," ujar Apo, Jum'at (25/2/2023) malam.


Nama Akau, ternyata menjadi termasyhur di telinga warga Tanjungpinang saat itu. Setiap sore menjelang magrib, warga akan berbondong-bodong menuju tempat Akau untuk "ngopi".


Di tahun itu, tempat Aku berjualan hanya ada 4 gerobak saja. Lambat laun mulai bertambah, rata-rata yang berdagang ialah warga Tionghoa.


Lantaran banyak pedagang yang bertebaran di Jalan Merdeka, mereka semua dipindahkan oleh Pemerintah ke Jalan Pos, pada tahun 1965.


Namun, nama Akau ternyata tetap digunakan di kawasan berdagang di Jalan Pos Tanjungpinang. Saat itu, Pemerintah memberi nama kawasan kuliner tersebut, sebagai Akau Lama.


"Saat itu ada yang berdagang sate Akau, sate bapak saya, sotong, gonggong bahkan cendol. Makanan itu masih ada saat ini saat ini," ungkap Apo diselah-selah kesibukannya.


Di tahun 90an, lagi-lagi Pemerintah memindahkan pedagang Akau Lama ditempat yang baru. Saat itu, tempat Akau Lama, yang saat ini sudah menjadi Bintan Mal itu akan dilestarikan.


Pedagang Akau Lama dipindahkan di wilayah Jalan Potong Lembu. Walaupun sudah kerap berpindah, istilah "Akau" tetap digunakan sampai saat ini.


Kini, kawasan kuliner tertua di Kota Tanjungpinang tersebut dikenal dengan Akau Potong lembu.


Walaupun tempat kuliner moderen terus berkembang, Akau Potong lembu tetap populer, dan masih ramai pengunjung hingga sekarang.


Tidak banyak berubah di Akau Potong Lembu saat ini. Tempat makan terbuka, dan menu makanan legendaris tetap bisa disajikan.


Dalam satu malam berjualan di Akau Potong Lembu, Apo mengaku bisa meraup keuntungan sebesar Rp. 250 ribu. Uang itu, ia gunakan untuk menghidupi istri dan 4 orang anaknya.


"Cukup untuk menghidupi keluarga. Terimakasih juga kepada orang tua, yang sudah mengasah mental kita saat berjualan," kata Apo.


Malam itu, Apo teringat tentang omset yang anjlok saat pendemi covid-19 menerpa Kota Tanjungpinang. Pedagang yang dikenal dengan kwetiau enak tersebut tidak menyerah.


Dia tetap melanjutkan usahanya, hingga tidak sadar telah menyebrangi pendemi covid-19. "Alhamdulilah, saat ini omset sudah membaik lagi.

Share:

Kedai Kopi Legendaris Damai Baru Masih Eksis di Kota Gurindam

Kedai kopi legendaris, tampaknya layak disematkan untuk kedai kopi Damai Baru. Kedai kopi tersebut, merupakan salah satu kedai kopi tertua, di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.



Kedai kopi ini berlokasi di kawasan Kota Lama. Tepatnya di persimpangan antara Jalan Merdeka dan Jalan Tengku Umar Tanjungpinang. 


Tampak dari depan, kedai kopi Damai Baru terlihat biasa saja. Layaknya keda kopi pada umumnya. Namun siapa sangka, kedai kopi itu ternyata telah beroperasi sejak tahun 1958. 


Kedai kopi yang memiliki luas kurang lebih 5 kali 6 meter tersebut masih terlihat antik. Berdinding keramik motif kotak kotak warna putih di area dalamnya.


Kedai kopi legendaris ini diketahui milik salah seorang warga Tionghoa Tanjungpinang yakni Acong (72). 


Pada area kedai kopi itu, Acong hanya menyediakan tujuah meja. Namun, semua meja yang ada di kedai kopi tersebut, selalu terisi penuh oleh pelanggannya.


Secara kasat mata, memang kedai kopi itu tidak terlalu istimewa. Namun jika sudah mencicipi secangkir kopi yang dihidangkan, pelanggan akan tergiur dengan cita rasa kopi yang diracik Acong. 


Apalagi, pelanggan kedai kopi Damai Baru, rata-rata telah berusia senja. Tidak hanya sambil 'ngopi', pelanggannya juga ditemani oleh hembusan angin dari kipas angin gantung antik. 


“Sudah 65 tahun, sudah masuk ke generasi ke tiga. Kedai kopi ini dibangun sejak jaman kakek, Tahun 1958,” ungkap Acong, Jumat (16/2/2023).


Dalam suasana hangat, pria paruh baya itu tampak sibuk melayani para pelanggan yang terus berdatangan. 


Kemudian Acong meracik kopi pesanan pelanggan dengan cara mencurahkan bubuk kopi ke dalam teko aluminium. Teko yang terdapat saringan dan air tersebut, diletakkan di atas kompor lalu direbus.


Sambil menunggu kopi matang, Acong selalu duduk di lorong samping kedai kopinya. Sambil melihat pelanggannya yang sibuk berbual-bual. 


Setelah mencium aroma kopi yang sudah matang, Acong lalu beranjak dari kursinya dan kembali ke dapur.


Selanjutnya, Acong menghidangkan kopi pesanan pelanggan. Dia hidangkan kopi tersebut, mengunakan cangkir berbahan kramik, berwarna putih dan terdapat sedikit corak bunga disampingnya. 


Dari segi fungsinya, cangkir berbahan keramik tersebut, dapat mempertahankan suhu panas kopi yang diracik Acong.


Pria yang sudah tampak beruban itu terlihat malu-malu, saat ditanya racikan kopi yang ia racik. 


"Kalau rasa tergantung kopinya. Kita sekarang, bubuk kopinya beli. Kalau dulu memang, biji kopinya kita masak sendiri,” kata Acong sambil menghidangkan kopi racikannya. 


Acong menyampaikan, nama Damai Baru bukanlah nama awal dari kedai kopi tersebut. 


Nama pertama kedai kopi Acong adalah kedai kopi 'Damai'. Acong juga mengaku ruko dua pintu kedai kopinya, pernah direnovasi pada tahun 1983.


Ditengah gempuran kedai kopi modern, kedai kopi jadul milik Acong masih tetap bertahan dan ramai pelanggan. Rata-rata pelanggannya ngopi di kedai kopi Damai Baru sejak tahun 90-an.


Salah seorang pelanggan yakni Edi (60) mengaku telah menikmati kopi Damai Baru, sejak ia berusia 20 tahun. Ia tidak tertarik dengan kedai kopi modern saat ini.


“Sudah dicoba, memang tidak cocok (di lidah Edi). Mungkin, generasi muda bisa, tapi kita tetap mencintai kopi disini,” kata Edi sambil tertawa kecil.


Menurut Edi, rasa kopi di kedai kopi Damai Baru tersebut tidak berubah. Padahal, dia sempat meninggalkan Tanjungpinang selama belasan tahun. Saat kembali, rasa kopi ditempat tersebut memang tidak berubah.


“Kalau sudah kena dilidah, pasti ketagihan. Saya sudah lama ngopi disini, dari bapaknya (orang tua Acong) yang jaga,” tukasnya.

Share:

Dukung Kebaya Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO



Dukung Kebaya Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tanjungpinang mendukung upaya pemerintah untuk melestarikan kebaya sebagai warisan Indonesia.

Salah satu wujud dukungan terhadap kebaya yang didaftarkan ke The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan takbenda dunia asal Indonesia, pegawai perempuan disbudpar Tanjungpinang ikut menyemarakan dengan mengenakan kebaya pada Jumat (24/2) kemarin. 

"Kita mulai dari pegawai disbudpar. Kemarin, sudah banyak pegawai perempuan yang memakai baju kebaya labuh," kata Kepala Dinas Disbudpar Kota Tanjungpinang, Muhammad Nazri.

Ditambahkan, Jabatan Fungsional Pamong Budaya Ahli Madya, Syafaruddin bahwa baju kebaya labuh bukan sesuatu hal yang asing bagi masyarakat Kepri. Karena memang merupakan salah satu pakaian adat Melayu, di samping baju kurung, baju pesak enam, belah Bintan, dan sebagainya. 

Menurutnya, selama ini masyarakat Kepri, khususnya kaum perempuan sudah banyak yang memakai kebaya, baik itu ke acara pesta, wisuda, atau acara resmi lainnya. Jadi, bagi orang Melayu Kepri itu tidak asing lagi. 




"Bersamaan kebaya diusulkan ke UNESCO sebagai warisan budaya takbenda dunia, maka pegawai perempuan disbudpar melakukan aksi dengan memakai baju kebaya labuh," ucapnya.

Syafaruddin menyampaikan, disbudpar juga akan mulai menyosialisasikan penggunaan kebaya labuh, di samping baju kurung, kepada seluruh pegawai perempuan pemko Tanjungpinang.

Nantinya, pemakaian kebaya itu akan diatur melalui peraturan wali kota (perwako). Apakah nanti setiap Jumat itu mengenakan baju kurung pada minggu pertama dan ketiga atau kebaya labuh pada pekan kedua dan keempat. 

"Kta usulkan ke wali kota untuk perwako nya. Namun, sebelum aturan itu wujud, perlu dilakukan soslialisasi terlebih dahulu, dimulai dari pegawai disbudpar. Nanti, kita surati juga OPD-OPD," ujarnya. 

Kemudian, kita juga akan melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah, agar guru-guru perempuan juga berkebaya labuh ataupun baju kurung secara bergantian setiap bulannya, "Jadi, nanti akan semarak dengan baju kebaya labuh," tambah Syafaruddin. 

Sekarang ini, kata dia, baju kebaya banyak yang sudah dimodifikasi. Namun, perlu diketahui bahwa kebaya labuh itu berbeda dengan baju kurung.

Kalau baju kurung itu benar-benar mengurung tubuh kita, sedangkan kebaya labuh turunan dari kebaya pendek, tetapi lebih panjang sampai ke lutut. 

Umumnya, baju kebaya labuh tidak memakai pesak. Dan ini, sudah kita tanyakan ke Lingga, Bintan, dan orang-orang yang sudah memahami betul tentang baju kebaya dari keturunan-keturunan Sultan pada masa lalu, bahwa mereka tidak pernah melihat baju kebaya itu memakai pesak. 

"Kalau memakai pesak itu baju kurung pada umumnya, termasuk baju potong jubah. Jadi, kebaya itu bajunya tidak berpesak untuk Kepri. Di luar Kepri tidak masalah jika memakai pesak, tapi mereka tetap menamainya baju kebaya labuh," pungkasnya. 

Diketahui, Indonesia bersama empat negara Asean lainnya yakni Singapore, Malaysia Brunei Darussalam, dan Thailand, sepakat untuk mengusulkan kebaya ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH)-UNESCO. 

Kelima negara tersebut, membentuk hubungan budaya bersama atau shared culture, di mana baju kebaya memang sudah menjadi busana tradisional yang sudah dikenakan kaum perempuan di lima negara Asia Tenggara tersebut.

Share:

Kerajinan Tangan Kerang Hingga Tanjak Bisa Diperoleh di Objek Wisata Penyengat



Kerajinan Tangan Kerang Hingga Tanjak Bisa Diperoleh di Objek Wisata Penyengat

Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang merupakan salah satu destinasi favorit bagi wisatawan yang ingin berwisata religi dan melihat peninggalan sejarah Kerajaan Melayu Johor-Pahang-Riau-Lingga. 

Tak hanya itu, berbagai macam makanan khas Penyengat, aksesoris mulai dari kalung, gelang, cincin, tanjak, peci, hingga kerajinan tangan miniatur perahu tradisional dari kerang bisa ditemukan di lokasi objek wisata Penyengat.

Setelah dua tahun terhenti akibat pandemi covid-19, kini pengrajin aksesoris mulai bangkit kembali, salah satunya Ibrahim Ahmad (67) atau yang akrab disapa Atan, seorang pengrajin Melayu dan penjual aksesoris di lokasi Komplek Makam Engku Putri Raja Hamidah dan Pahlawan Nasional Raja Ali Haji.

Ia mengatakan, sudah 19 tahun menjajakan hasil kerajinannya di depan komplek makam Engku Putri Raja Hamidah. 

"Sudah 19 tahun berjualan di sini. Tapi, sempat tutup akibat pandemi. Sekarang sudah normal dan bisa jualan lagi," ungkap Atan, ketika dikunjungi tim explore Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tanjungpinang, Rabu (1/3/2023).



Dirinya mengaku menanti kunjungan wisatawan ke pulau Penyengat, membeli hasil kerajinannya untuk dibawa pulang sebagai cinderamata atau oleh-oleh. 

"Alhamdulillah setiap hari ada yang beli. Kalau yang datang rombongan, paling laris itu aksesoris seperti gelang-gelang dan souvenir lainnya. Sementara, wisatawan Malaysia, rata-rata mencari peci atau songkok khas Penyengat," ucapnya. 

"InsyaAllah, saya juga akan kembali menjual hijab, kain-kain, dan kaos khas Penyengat bertulis pantun-pantun," kata Atan menambahkan. 

Kerajinan tangan miniatur perahu dari kerang yang dibuatnya, menurut Atan, bentuk dari hasil karyanya belum ada yang menyerupai," Setelah menyusuri, ternyata hasil karya perahu milik saya belum ada yang sama. Pengrajin kerang juga, saya sendiri orang Melayu nya," tuturnya.




Terpisah, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, Muhammad Nazri menyampaikan disbudpar terus mendukung serta memfasilitasi para pelaku ekonomi kreatif kota Tanjungpinang melalui berbagai program dan kegiatan, baik itu pelatihan maupun pameran. 

Menurutnya, sektor ekonomi kreatif merupakan sumber yang mampu memperkuat identitas budaya untuk menciptakan produk kreatif dan inovatif sesuai potensi dan kearifan lokal di kota Tanjungpinang. 

Apalagi, kota Tanjungpinang memiliki banyak potensi pariwisata dan ekonomi kreatif, yang dapat saling melengkapi satu sama lain. Hal ini, tentu menjadi kekuatan pariwisata yang dapat terus dikembangkan di ibukota Provinsi Kepulauan Riau. 

"Potensi destinasi wisata dan hadirnya pelaku ekonomi kreatif dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah dan lapangan kerja terbuka luas untuk masyarakat," ujarnya.

Share:

Rumah Sotoh Masjid Penyengat Pamerkan Kutubkhanah Marhum Ahmadi




Rumah Sotoh Masjid Raya Sultan Riau Penyengat Pamerkan Kutubkhanah Marhum Ahmadi

Disbudpar, Kota Tanjungpinang - Jika kalian berkunjung ke Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang, jangan lupa mampir ke rumah sotoh Masjid Raya Sultan Riau.

Di rumah sotoh itu, kalian bisa melihat beragam koleksi Kutubkhanah Marhum Ahmadi yang dipamerkan dalam Pameran Kitab dan Mushaf Al Qur'an. 

Kalian akan takjub melihat sejumlah kitab wakaf Yang Dipertuan Riau Raja Muhammad Yusuf Al-Ahamdi yang masih terawat dengan baik. 

Seperti kitab tafsir dan hadits, mushaf Al Qur'an, kitab dan sejarah Tarekat Naqsybandiah, kamus, ensliklopedia, sejarah Islam, perbandingan agama, dan sastra Arab, kitab-kitab ilmu tabib.

Kitab-kitab itulah menjadi bukti sejarah pulau Penyengat di masa lampau. Tentunya, memiliki segudang cerita untuk dipelajari para wisatawan. 

Di setiap koleksi sudah tertulis jelas sejarah yang dimilikinya, namun pastinya lebih senang jika dijelaskan langsung oleh pemandu wisata.

Nah, jika kalian ingin mengetahui dengan jelas informasi mengenai koleksi yang dipamerankan, pengunjung bisa meminta bantuan pemandu wisata lokal yang bertugas di Tourism Information Center (TIC) Penyengat yang dikelola Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tanjungpinang.

Kepala Disbudpar, Muhammad Nazri melalui Kabid Destinasi dan Pemasaran Pariwisata, Salmam menuturkan TIC ini disiapkan untuk memberikan pelayanan kepariwisataan kepada para wisatawan yang berkunjung ke pulau Penyengat. 

"Di TIC ini, kita siapkan satu orang petugas pemandu wisata lokal yang akan memandu wisatawan selama perjalanan berwisata di pulau Penyengat," kata Salman, Minggu (12/3/2023).

Terpisah, Sejarahwan Kepulauan Riau (Kepri), Aswandi Syahri menerangkan di Masjid Raya Sultan Riau Penyengat ini tersimpan perpustaaan yang di buka Raja Muhammad Yusuf Al-Ahamdi sekitar tahun 1892.

"Sampai sekarang kitab-kitab peninggalan perpustakaan itu dapat kita lihat. Dan kini sedang dipamerkan di rumah Sotoh Masjid Raya Sultan Riau Penyengat," ucap Aswandi.

Pulau Penyengat juga, kata dia, pernah menjadi pusat literasi sastra Melayu yang terkenal pada abad 19 hingga awal abad 20.

Karena menjadi pusat literasi itulah, Belanda melihat pulau Penyengat sangat potensial pada bidang bahasa. 

"Kemudian menjadikan bahasa Melayu Riau sebagai sumber bahasa yang akan digunakan di sekolah-sekolah yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia," terang Aswandi. 

Sebagai informasi, pameran Kitab dan Mushaf Al Qur'an ini akan berlangsung hingga 4 April 2023 dan direncanakan akan diperpanjang sampai hari Raya Idulfitri 1444 Hijriah. 

Share:

Belajar Sambil Berwisata, 40 Siswa SD Kunjungi Tempat Wisata Cagar Budaya



Belajar Sambil Berwisata, 40 Siswa SD Kunjungi Tempat Wisata Cagar Budaya 

Wisata sejarah untuk kalangan sekolah makin banyak di minati, salah satunya adalah yang dilaksanakan SDN 014 Tanjungpinang Barat.

Bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, sebanyak 40 orang siswa-siswi SDN 014 mengikuti wisata sejarah ke sejumlah objek cagar budaya yang ada di kota Tanjungpinang pada Senin (13/3) kemarin. 

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, Muhammad Nazri melalui Kabid Sejarah dan Cagar Budaya, Wimmy Dharma Hidayat mengapresiasi SDN 014 Tanjungpinang Barat, yang telah memuat pembelajaran terkait pengenalan sejarah dan budaya lokal kepada siswa-siswinya.

Menurutnya, peninggalan budaya sangat penting untuk dilestarikan dalam membangun identitas dan keberagaman sejarah dan budaya yang dimiliki kota Tanjungpinang. 

"Keberadaan cagar-cagar budaya ini merupakan suatu situs bersejarah yang memiliki nilai ilmu pengetahuan penting dan perlu diketahui oleh siswa-siswi." ujar Nazri, Selasa (14/3/2023).




Salah satu Guru SDN 014 Tanjungpinang Barat, Fitri Adeni menuturkan bahwa kegiatan ini menjadi salah satu kegiatan sekolah kami untuk mengenalkan budaya lokal kepada siswa-siswi, terutama jejak sejarah yang masih ada di kota Tanjungpinang.

"Dengan melihat langsung cagar budaya yang ada, anak-anak diharapkan semakin sadar dan ikut dalam usaha pelestarian cagar budaya yang ada di kota Tanjungpinang," ucapnya. 

Ketika studi tour, anak-anak diajak ke empat situs cagar budaya yakni Komplek Makam Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah, Makam Daeng Marewah, Makam Daeng Celak, dan Istana Kota Lama (Kota Rebah).

Humaira Ramadhan (11), Siswa Kelas V SDN 014 Tanjungpinang Barat, mengaku senang dapat mengikuti wisata sejarah di sekolahnya. "Ya, senang sekali. Karena belum pernah tau ada tempat sejarah di Tanjungpinang. 

Dengan wisata ini, menambah wawasan saya terkait sejarah dan budaya yang ada di kota saya," ucap Humaira, tersipu malu.

Sebagai generasi penerus, kata Humaira, kita harus menjaga dan melestarikan peninggalan cagar dan budaya yang ada di kota Tanjungpinang. 

"Teman-teman yang lain juga harus tau apa saja peninggalan sejarah yang ada di Tanjungpinang. Ayo, kunjungi cagar budaya. Kita bisa belajar sambil berwisata," ungkapnya.

Share: