mengabadikan dengan tulisan
Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan

17 Maret 2023

Pulau Penyengat Masuk 500 Besar Desa Wisata ADWI 2023


Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri) masuk 500 besar Desa Wisata, Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023.

Pengumuman tersebut disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, melalui video yang diunggah di akun Instagram Kemenparekraf RI.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tanjungpinang, Muhammad Nazri mengucap rasa syukur karena pulau Penyengat berhasil masuk 500 desa wisata di ajang anugerah desa wisata Indonesia 2023.

"Alhamdulillah, setelah melewati proses kurasi dan penilaian dari dewan juri, Penyengat berhasil lolos 500 desa wisata dari 4.573 desa wisata yang mendaftar di ADWI 2023," ucap Nazri, Sabtu (18/3/2023).

Untuk meraih penilaian ke tahap selanjutnya, kata Nazri, pihaknya telah menggandeng dan berkolaborasi dengan berbagai pihak, baik pokdarwis, pengelola destinasi wisata, pengiat pariwisata, masyarakat, organisasi seperti PHRI dan Asita, hingga Perguruan Tinggi dan akademisi pariwisata. 



Dengan capaian ini tentunya menjadi semangat bagi kita semua untuk terus kreatif, berinovasi, dan berbenah membangun pariwisata berkelanjutan di kota Tanjungpinang.

"Untuk mencapai penilaian terbaik, kami membutuhkan dukungan dan kerja sama seluruh pihak. Mohon doa masyarakat agar Penyengat terus melaju ke tahap 50 besar dan menjadi desa wisata terbaik di Indonesia," harap Nazri. 

Share:

15 Maret 2023

Dukung Kebaya Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO



Dukung Kebaya Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tanjungpinang mendukung upaya pemerintah untuk melestarikan kebaya sebagai warisan Indonesia.

Salah satu wujud dukungan terhadap kebaya yang didaftarkan ke The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan takbenda dunia asal Indonesia, pegawai perempuan disbudpar Tanjungpinang ikut menyemarakan dengan mengenakan kebaya pada Jumat (24/2) kemarin. 

"Kita mulai dari pegawai disbudpar. Kemarin, sudah banyak pegawai perempuan yang memakai baju kebaya labuh," kata Kepala Dinas Disbudpar Kota Tanjungpinang, Muhammad Nazri.

Ditambahkan, Jabatan Fungsional Pamong Budaya Ahli Madya, Syafaruddin bahwa baju kebaya labuh bukan sesuatu hal yang asing bagi masyarakat Kepri. Karena memang merupakan salah satu pakaian adat Melayu, di samping baju kurung, baju pesak enam, belah Bintan, dan sebagainya. 

Menurutnya, selama ini masyarakat Kepri, khususnya kaum perempuan sudah banyak yang memakai kebaya, baik itu ke acara pesta, wisuda, atau acara resmi lainnya. Jadi, bagi orang Melayu Kepri itu tidak asing lagi. 




"Bersamaan kebaya diusulkan ke UNESCO sebagai warisan budaya takbenda dunia, maka pegawai perempuan disbudpar melakukan aksi dengan memakai baju kebaya labuh," ucapnya.

Syafaruddin menyampaikan, disbudpar juga akan mulai menyosialisasikan penggunaan kebaya labuh, di samping baju kurung, kepada seluruh pegawai perempuan pemko Tanjungpinang.

Nantinya, pemakaian kebaya itu akan diatur melalui peraturan wali kota (perwako). Apakah nanti setiap Jumat itu mengenakan baju kurung pada minggu pertama dan ketiga atau kebaya labuh pada pekan kedua dan keempat. 

"Kta usulkan ke wali kota untuk perwako nya. Namun, sebelum aturan itu wujud, perlu dilakukan soslialisasi terlebih dahulu, dimulai dari pegawai disbudpar. Nanti, kita surati juga OPD-OPD," ujarnya. 

Kemudian, kita juga akan melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah, agar guru-guru perempuan juga berkebaya labuh ataupun baju kurung secara bergantian setiap bulannya, "Jadi, nanti akan semarak dengan baju kebaya labuh," tambah Syafaruddin. 

Sekarang ini, kata dia, baju kebaya banyak yang sudah dimodifikasi. Namun, perlu diketahui bahwa kebaya labuh itu berbeda dengan baju kurung.

Kalau baju kurung itu benar-benar mengurung tubuh kita, sedangkan kebaya labuh turunan dari kebaya pendek, tetapi lebih panjang sampai ke lutut. 

Umumnya, baju kebaya labuh tidak memakai pesak. Dan ini, sudah kita tanyakan ke Lingga, Bintan, dan orang-orang yang sudah memahami betul tentang baju kebaya dari keturunan-keturunan Sultan pada masa lalu, bahwa mereka tidak pernah melihat baju kebaya itu memakai pesak. 

"Kalau memakai pesak itu baju kurung pada umumnya, termasuk baju potong jubah. Jadi, kebaya itu bajunya tidak berpesak untuk Kepri. Di luar Kepri tidak masalah jika memakai pesak, tapi mereka tetap menamainya baju kebaya labuh," pungkasnya. 

Diketahui, Indonesia bersama empat negara Asean lainnya yakni Singapore, Malaysia Brunei Darussalam, dan Thailand, sepakat untuk mengusulkan kebaya ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH)-UNESCO. 

Kelima negara tersebut, membentuk hubungan budaya bersama atau shared culture, di mana baju kebaya memang sudah menjadi busana tradisional yang sudah dikenakan kaum perempuan di lima negara Asia Tenggara tersebut.

Share:

Kerajinan Tangan Kerang Hingga Tanjak Bisa Diperoleh di Objek Wisata Penyengat



Kerajinan Tangan Kerang Hingga Tanjak Bisa Diperoleh di Objek Wisata Penyengat

Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang merupakan salah satu destinasi favorit bagi wisatawan yang ingin berwisata religi dan melihat peninggalan sejarah Kerajaan Melayu Johor-Pahang-Riau-Lingga. 

Tak hanya itu, berbagai macam makanan khas Penyengat, aksesoris mulai dari kalung, gelang, cincin, tanjak, peci, hingga kerajinan tangan miniatur perahu tradisional dari kerang bisa ditemukan di lokasi objek wisata Penyengat.

Setelah dua tahun terhenti akibat pandemi covid-19, kini pengrajin aksesoris mulai bangkit kembali, salah satunya Ibrahim Ahmad (67) atau yang akrab disapa Atan, seorang pengrajin Melayu dan penjual aksesoris di lokasi Komplek Makam Engku Putri Raja Hamidah dan Pahlawan Nasional Raja Ali Haji.

Ia mengatakan, sudah 19 tahun menjajakan hasil kerajinannya di depan komplek makam Engku Putri Raja Hamidah. 

"Sudah 19 tahun berjualan di sini. Tapi, sempat tutup akibat pandemi. Sekarang sudah normal dan bisa jualan lagi," ungkap Atan, ketika dikunjungi tim explore Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tanjungpinang, Rabu (1/3/2023).



Dirinya mengaku menanti kunjungan wisatawan ke pulau Penyengat, membeli hasil kerajinannya untuk dibawa pulang sebagai cinderamata atau oleh-oleh. 

"Alhamdulillah setiap hari ada yang beli. Kalau yang datang rombongan, paling laris itu aksesoris seperti gelang-gelang dan souvenir lainnya. Sementara, wisatawan Malaysia, rata-rata mencari peci atau songkok khas Penyengat," ucapnya. 

"InsyaAllah, saya juga akan kembali menjual hijab, kain-kain, dan kaos khas Penyengat bertulis pantun-pantun," kata Atan menambahkan. 

Kerajinan tangan miniatur perahu dari kerang yang dibuatnya, menurut Atan, bentuk dari hasil karyanya belum ada yang menyerupai," Setelah menyusuri, ternyata hasil karya perahu milik saya belum ada yang sama. Pengrajin kerang juga, saya sendiri orang Melayu nya," tuturnya.




Terpisah, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, Muhammad Nazri menyampaikan disbudpar terus mendukung serta memfasilitasi para pelaku ekonomi kreatif kota Tanjungpinang melalui berbagai program dan kegiatan, baik itu pelatihan maupun pameran. 

Menurutnya, sektor ekonomi kreatif merupakan sumber yang mampu memperkuat identitas budaya untuk menciptakan produk kreatif dan inovatif sesuai potensi dan kearifan lokal di kota Tanjungpinang. 

Apalagi, kota Tanjungpinang memiliki banyak potensi pariwisata dan ekonomi kreatif, yang dapat saling melengkapi satu sama lain. Hal ini, tentu menjadi kekuatan pariwisata yang dapat terus dikembangkan di ibukota Provinsi Kepulauan Riau. 

"Potensi destinasi wisata dan hadirnya pelaku ekonomi kreatif dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah dan lapangan kerja terbuka luas untuk masyarakat," ujarnya.

Share:

Rumah Sotoh Masjid Penyengat Pamerkan Kutubkhanah Marhum Ahmadi




Rumah Sotoh Masjid Raya Sultan Riau Penyengat Pamerkan Kutubkhanah Marhum Ahmadi

Disbudpar, Kota Tanjungpinang - Jika kalian berkunjung ke Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang, jangan lupa mampir ke rumah sotoh Masjid Raya Sultan Riau.

Di rumah sotoh itu, kalian bisa melihat beragam koleksi Kutubkhanah Marhum Ahmadi yang dipamerkan dalam Pameran Kitab dan Mushaf Al Qur'an. 

Kalian akan takjub melihat sejumlah kitab wakaf Yang Dipertuan Riau Raja Muhammad Yusuf Al-Ahamdi yang masih terawat dengan baik. 

Seperti kitab tafsir dan hadits, mushaf Al Qur'an, kitab dan sejarah Tarekat Naqsybandiah, kamus, ensliklopedia, sejarah Islam, perbandingan agama, dan sastra Arab, kitab-kitab ilmu tabib.

Kitab-kitab itulah menjadi bukti sejarah pulau Penyengat di masa lampau. Tentunya, memiliki segudang cerita untuk dipelajari para wisatawan. 

Di setiap koleksi sudah tertulis jelas sejarah yang dimilikinya, namun pastinya lebih senang jika dijelaskan langsung oleh pemandu wisata.

Nah, jika kalian ingin mengetahui dengan jelas informasi mengenai koleksi yang dipamerankan, pengunjung bisa meminta bantuan pemandu wisata lokal yang bertugas di Tourism Information Center (TIC) Penyengat yang dikelola Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tanjungpinang.

Kepala Disbudpar, Muhammad Nazri melalui Kabid Destinasi dan Pemasaran Pariwisata, Salmam menuturkan TIC ini disiapkan untuk memberikan pelayanan kepariwisataan kepada para wisatawan yang berkunjung ke pulau Penyengat. 

"Di TIC ini, kita siapkan satu orang petugas pemandu wisata lokal yang akan memandu wisatawan selama perjalanan berwisata di pulau Penyengat," kata Salman, Minggu (12/3/2023).

Terpisah, Sejarahwan Kepulauan Riau (Kepri), Aswandi Syahri menerangkan di Masjid Raya Sultan Riau Penyengat ini tersimpan perpustaaan yang di buka Raja Muhammad Yusuf Al-Ahamdi sekitar tahun 1892.

"Sampai sekarang kitab-kitab peninggalan perpustakaan itu dapat kita lihat. Dan kini sedang dipamerkan di rumah Sotoh Masjid Raya Sultan Riau Penyengat," ucap Aswandi.

Pulau Penyengat juga, kata dia, pernah menjadi pusat literasi sastra Melayu yang terkenal pada abad 19 hingga awal abad 20.

Karena menjadi pusat literasi itulah, Belanda melihat pulau Penyengat sangat potensial pada bidang bahasa. 

"Kemudian menjadikan bahasa Melayu Riau sebagai sumber bahasa yang akan digunakan di sekolah-sekolah yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia," terang Aswandi. 

Sebagai informasi, pameran Kitab dan Mushaf Al Qur'an ini akan berlangsung hingga 4 April 2023 dan direncanakan akan diperpanjang sampai hari Raya Idulfitri 1444 Hijriah. 

Share:

Belajar Sambil Berwisata, 40 Siswa SD Kunjungi Tempat Wisata Cagar Budaya



Belajar Sambil Berwisata, 40 Siswa SD Kunjungi Tempat Wisata Cagar Budaya 

Wisata sejarah untuk kalangan sekolah makin banyak di minati, salah satunya adalah yang dilaksanakan SDN 014 Tanjungpinang Barat.

Bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, sebanyak 40 orang siswa-siswi SDN 014 mengikuti wisata sejarah ke sejumlah objek cagar budaya yang ada di kota Tanjungpinang pada Senin (13/3) kemarin. 

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, Muhammad Nazri melalui Kabid Sejarah dan Cagar Budaya, Wimmy Dharma Hidayat mengapresiasi SDN 014 Tanjungpinang Barat, yang telah memuat pembelajaran terkait pengenalan sejarah dan budaya lokal kepada siswa-siswinya.

Menurutnya, peninggalan budaya sangat penting untuk dilestarikan dalam membangun identitas dan keberagaman sejarah dan budaya yang dimiliki kota Tanjungpinang. 

"Keberadaan cagar-cagar budaya ini merupakan suatu situs bersejarah yang memiliki nilai ilmu pengetahuan penting dan perlu diketahui oleh siswa-siswi." ujar Nazri, Selasa (14/3/2023).




Salah satu Guru SDN 014 Tanjungpinang Barat, Fitri Adeni menuturkan bahwa kegiatan ini menjadi salah satu kegiatan sekolah kami untuk mengenalkan budaya lokal kepada siswa-siswi, terutama jejak sejarah yang masih ada di kota Tanjungpinang.

"Dengan melihat langsung cagar budaya yang ada, anak-anak diharapkan semakin sadar dan ikut dalam usaha pelestarian cagar budaya yang ada di kota Tanjungpinang," ucapnya. 

Ketika studi tour, anak-anak diajak ke empat situs cagar budaya yakni Komplek Makam Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah, Makam Daeng Marewah, Makam Daeng Celak, dan Istana Kota Lama (Kota Rebah).

Humaira Ramadhan (11), Siswa Kelas V SDN 014 Tanjungpinang Barat, mengaku senang dapat mengikuti wisata sejarah di sekolahnya. "Ya, senang sekali. Karena belum pernah tau ada tempat sejarah di Tanjungpinang. 

Dengan wisata ini, menambah wawasan saya terkait sejarah dan budaya yang ada di kota saya," ucap Humaira, tersipu malu.

Sebagai generasi penerus, kata Humaira, kita harus menjaga dan melestarikan peninggalan cagar dan budaya yang ada di kota Tanjungpinang. 

"Teman-teman yang lain juga harus tau apa saja peninggalan sejarah yang ada di Tanjungpinang. Ayo, kunjungi cagar budaya. Kita bisa belajar sambil berwisata," ungkapnya.

Share:

22 Februari 2023

Siswa SD Dikenalkan Cagar Budaya Kota Tanjungpinang



Siswa sekolah dasar (SD) dari SDN 012 Tanjungpinang timur yang diikuti 54 murid mengikuti wisata sejarah ke sejumlah objek cagar budaya yang ada di Kota Tanjungpinang, Rabu (22/2/2023).

Dibimbing langsung jajaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tanjungpinang, anak-anak terlihat antusias dan gembira ikuti studi tour mengenai penguatan sejarah dan budaya lokal Kota Tanjungpinang. 

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, Muhammad Nazri melalui Kabid Sejarah dan Cagar Budaya, Wimmy Dharma Hidayat mengapresiasi SDN 012 Tanjungpinang Timur, yang telah memuat pembelajaran terkait pengenalan sejarah dan budaya lokal kepada siswa-siswinya. 

Menurutnya, jelajah situs cagar budaya ini, para siswa tidak hanya mendapat pengalaman, tetapi juga memahami dengan baik sejarah daerahnya.



"Termasuk peninggalan budayanya yang kemudian penting untuk dilestarikan dalam membangun identitas dan keberagaman sejarah dan budaya yang dimiliki kota Tanjungpinang," ucapnya. 

Emawati, salah satu Guru SDN 012 Tanjungpinang Timur, menyampaikan kegiatan ini merupakan bagian dari pembelajaran literasi dalam pengenalan sejarah dan budaya lokal yang ada di kota Tanjungpinang. 

"Ini salah satu kegiatan sekolah kami untuk mengenalkan budaya lokal kepada siswa-siswi, terutama jejak sejarah yang masih ada di kota Tanjungpinang," ucapnya. 

Keberadaan cagar-cagar budaya ini merupakan suatu situs bersejarah yang memiliki nilai ilmu pengetahuan penting dan perlu diketahui oleh siswa-siswi. 

Dengan melihat langsung cagar budaya yang ada, anak-anak diharapkan semakin sadar dan ikut dalam usaha pelestarian cagar budaya yang ada di kota Tanjungpinang.

"Nantinya, anak-anak bisa menceritakan kembali kesan yang diperoleh selama tour ini, baik kepada teman-teman, melalui media sosialnya, atau juga dari foto-foto yang diunggah," ujarnya. 



Ketika studi tour, anak-anak diajak ke empat situs cagar budaya yakni Komplek Makam Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah, Makam Daeng Marewah, Makam Daeng Celak, dan Istana Kota Lama (Kota Rebah).

Di setiap kunjungan, pamong budaya disbudpar memberikan penjelasan tentang riwayat para tokoh terdahulu. Para siswa tampak serius mendengarkan sembari mencatat. 

Bahkan, anak-anak pun terlihat mengabadikan setiap momen seru sepanjang perjalanan studi tour dengan ponselnya. 

Zikri (11), Siswa Kelas V SDN 012 Tanjungpinang Timur, mengaku senang dapat mengikuti wisata sejarah di sekolahnya. Ia mengatakan, belum pernah mengunjungi tempat-tempat situs cagar budaya yang ada di kota Tanjungpinang. 

"Ya, senang sekali. Karena belum pernah tau ada tempat sejarah di Tanjungpinang. Dengan wisata ini, menambah wawasan saya terkait sejarah dan budaya yang ada di kota saya," ucap Zikri, tersipu malu. 

Sementara itu, salah satu siswa SDN 012 Tanjungpinang Timur, Setiawan Adi Saputra mengajak teman-teman seusianya untuk mengunjungi situ-situs cagar budaya yang ada di kota Tanjungpinang. 

"Ayo, kunjungi cagar budaya yang ada di kota Tanjungpinang. Jaga dan lestarikan juga cagar budaya kita. Sambil berwisata, kita juga dapat wawasan lebih luas," ujarnya. 

Share:

Destinasi Wisata Berbasis Masyarakat di Kota Lama Tanjungpinang



Destinasi wisata berbasis masyarakat di Kota Lama Tanjungpinang, Kepulauan Riau sekarang bisa menjadi pilihan bagi anda berkunjung ke negeri segantang lada

Tanjungpinang merupakan salah satu kota di Provinsi Kepulauan Riau yang sudah terkenal dengan wisata sejarah dan budayanya. 

Jika anda berkunjung ke Kota Tanjungpinang, anda bisa menemukan ragam destinasi yang bisa dikunjungi, salah satunya adalah Lorong Bintan, di Jalan Bintan Kota Lama.

Lorong tersebut punya sejarah masa lalu yang sudah dikenal sejak berdirinya Kerajaan Riau-Lingga. 

Lorong Bintan ini dapat menjadi destinasi wisata pilihan bagi wisatawan yang berkunjung ke kota Tanjungpinang. Destinasi ini dikelola oleh kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Bertuah dan Cermin Indah yang tergabung dalam Studio dan Cafe Anggrek. 

Melly Hadi, salah satu pengelola mengatakan pihaknya menawarkan paket wisata edukasi, kuliner khas Cina, hingga 26 spot foto di lorong Bintan. 

Untuk wisata edukasi, kami memberikan pengetahuan bagaimana mencintai lingkungan dan cara menanam anggrek dengan menggunakan bahan-bahan yang terbuat dari limbah seperti kayu, pohon, dan lainnya. 

Salah satunya juga membuat media tanaman itu, pot nya dari bahan-bahan limbah yang kita anyam dan dibentuk lebih menarik agar menjadi barang yang memiliki nilai jual cukup lumayan.

Di Lorong bintan sendiri, lanjut Melly, kami telah bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk membuat semacam relif. Ada 26 lukisan mural yang kini dapat ditemukan pengunjung di dinding-dinding rumah masyarakat di lorong Bintan. 

Ketika menyambangi lorong Bintan, pengunjung dapat melihat mural keren yang terpampang di tembok rumah warga. Mural ini menggambarkan tentang kehidupan sosial masyarakat Tionghoa tempo dulu sampai sekarang. 

Pengunjung bisa berpose seolah-olah berada pada masa lalu dengan memakai baju tradisional Tionghoa seperti cheongsam dan hanfu, yang kita sewakan. 

"Cukup membayar Rp25 ribu, kita bisa berfoto dan bergaya dengan nuansa kehidupan masyarakat china tempo dulu," ungkap Melly, ketika tim explorer menyambangi cafe anggrek, di Jalan Merdeka, Jumat (17/2/2023).

Cafe Studio Anggrek

Selain itu, ada cafe studio anggrek. Di cafe ini kami menawarkan berbagai kuliner khas Tionghoa seperti dimsum, gyoza, dan ada juga makanan lokal yang kita kreasikan yaitu nasi goreng gonggong. 

Kemudian, ada tradisi minum teh. Tea Cina kita disediakan dalam satu teapot dan dapat dinikmati bersama. Tradisi ini cocok untuk suasana kebersamaan bersama keluarga maupun teman. 

Menu yang disajikan ini menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan, yang menurut saya belum ada.

Studio dan cafe anggrek buka setiap hari, mulai pukul 10.00 WIB hingga 22.00 WIB, berlokasi di Jalan Merdeka kota lama. Di sini, kami juga menyediakan tempat untuk rapat, podcast, dan juga green screen yang bisa digunakan untuk manuangkan ide-ide kreatif.

Kami juga ada toko belanja oleh-oleh makanan khas Tanjungpinang, yang bisa dibawa pulang wisatawan ke daerahnya.



 Perkuat Pokdarwis untuk Pengembangan Destinasi Wisata

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tanjungpinang, Muhammad Nazri melalui Kepala Bidang Destinasi dan Pemasaran Pariwisata, Salman mengatakan sektor pariwisata adalah salah satu andalan yang dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah dan masyarkat. 

Hanya saja, dalam mengembangkan sektor pariwisata di kota Tanjungpinang, pemko tidak akan mampu bergerak sendiri tanpa melibatkan peran serta masyarakat, swasta, dan juga pemangku kepentingan. 

Masyarakat adalah unsur penting pemangku kepentingan untuk bersama-sama dengan pemko bersinergi melaksanakan dan mendukung pariwisata berkelanjutan di kota Tanjungpinang. 

Untuk itu, dibutuhkan masyarakat yang sadar wisata. Sebab, potensi pariwisata yang dikelola masyarakat sebagai pelaku, mereka juga selaku penerima manfaat itu sendiri. 

"Dukungan masyarakat turut menentukan keberhasilan jangka panjang pengembangan kepariwisataan di kota Tanjungpinang. Salah satunya adalah kelompok sadar wisata (Pokdarwis).

Ia menyebut, saat ini, disbudpar telah membina 18 kelompok sadar wisata (Pokdarwis) yang tersebar di setiap kelurahan. 

Keberadaan Pokdarwis ini, menurut Salman, adalah salah satu langkah efektif untuk pengembangan kepariwisataan di kota Tanjungpinang. 

Pokdarwis dapat membuat perencanaan program pengembangan destinasi wisata bersama unsur masyarakat setempat, yang diselaraskan dengan program pemko. Kemudian melaksanakan kegiatan itu, dengan melihat sisi manfaatnya, yang ditujukan untuk kepentingan dan kesejahteraan warga setempat. 

Disbudpar terus melakukan pembinaan dan mendukung peran Pokdarwis dalam pengembangan destinasi wisata di wilayahnya. Dan tak kalah penting juga keterlibatan dari sektor lainnya seperti UMKM.Rekamwisata.com

Share:

Penyengat Sebagai Destinasi Wisata Edukasi Sejarah dan Budaya Melayu


Penyengat sebagai destinasi wisata edukasi sejarah dan budaya melayu memang seharusnya menjadi pilihan wisatawan ke Tanjungpinang.

Ketika anda mendengar Kota Tanjungpinang, anda pasti langsung berpikir di kota inilah terdapat sebuah pulau yang banyak menyimpan sejarah dan budaya kerajaan Melayu. 

Sebuah kota yang menjadi ibukota Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) ini, Tanjungpinang memiliki pulau Penyengat yang terkenal dengan peninggalan situs-situs sejarah pada masa Kerajaan Melayu Johor-Pahang-Lingga-Riau. 

Penyengat juga terkenal karena di pulau kecil inilah asal muasal Bahasa Indonesia. Pulau yang menjadi tempat bagi Raja Ali Haji menciptakan gubahan syair Gurindam 12. 

Kekayaan sejarah inilah yang menjadi daya tarik bagi para wisatawan, khususnya generasi zilenial (Z) untuk mempelajari perjalanan sejarah Kerajaan Melayu di kota Tanjungpinang.

Didampingi oleh pemandu wisata lokal, pada Rabu (15/2/2023) kemarin, sebanyak 170 orang guru dan pelajar SMA Yosudarso Kota Batam, diajak berkeliling ke Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah dan pulau Penyengat. 

Wisata edukasi ini, para siswa tidak hanya diperkenalkan dengan koleksi benda bersejarah yang ada di Museum, tetapi juga melihat jelas dan merasakan langsung pengalaman berkunjung ke tempat-tempat sejarah di pulau Penyengat. 

Salah satu Guru SMA Yosudarso Kota Batam, Natalia Dwiki mengatakan dipilihnya pulau Penyengat sebagai tempat pembelajaran sejarah  bagi para siswa, karena banyak situs-situs cagar budaya yang memiliki sejarah, sehingga perlu dilakukan peninjauan langsung ke lokasi. 

Dengan penguatan sejarah inilah dapat menambah wawasan materi pembelajaran yang lebih baik pada siswa. 



Kegiatan ini nantinya akan dijadikan program rutin sekolah dalam pengenalan sejarah dan kearifan lokal yang ada di provinsi Kepri

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, Muhammad Nazri melalui Kepala Bidang Destinasi dan Pemasaran Pariwisata, Salman menyebut setidaknya ada 46 situs cagar budaya yang ada di pulau Penyengat.

Diantaranya Masjid Sultan Riau, Balai Adat Indera Perkasa, komplek istana kantor, beteng bukit kursi, komplek Makam Engku Putri Raja Hamidah dan Pahlawan Nasional Raja Ali Haji.

Pulau Penyengat ini bisa menjadi laboratorium pusat budaya dan sejarah. Pengunjung tak hanya sekadar berwisata, melainkan dapat belajar mengenai jejak perjalanan perjuangan masa lalu dan budaya Melayu

Ketika berkunjung ke Penyengat, para siswa mengunjungi Masjid Raya Sultan Riau, komplek makam Engku Putri Raja Hamidah, Raja Ali Haji, Raja Ja'far, Balai Adat, dan beberap situs cagar budaya di pulau Penyengat. 

Rian (16), siswa SMA Yosudarso Kota Batam mengaku sangat kagum setelah melihat dan menjelajahi langsung jejak sejarah dan budaya yang ada di pulau Penyengat. 

Tentu sangat berkesan setelah melihat dan mengunjungi langsung ke lokasi bersejarah dipandu pemandu wisata lokal. Ini menjadi pengalaman dan menambah wawasan bagi kami bahwa Indonesia itu kaya akan sejarah. Rekamwisata.com

Share:

21 Oktober 2022

Cara Hidup Unik dan Sejarah Orang Suku Laut

Potret orang suku laut di Kepri

Cara hidup masyarakat di negara kepulauan pasti beragam, tidak hanya di darat. Ada juga yang tinggal di permukaan laut.

Seperti orang suku laut yang ada di Kepulauan Riau (Kepri), mereka dalam keseharianya beraktivitas di atas perahu kayu.

Nama orang suku laut ini berbeda tergantung daerah tempat tinggalnya, di Lingga namanya orang pesukuan, di Pulau Mantang namanya orang mantang.

kemudian di Pulau Galang mereka bernama orang tambus karena mendiami kampung tambus. Di Pulau Mapor namanya orang mapor.

Terakhir namanya Bajau yaitu mereka yang tinggal di perairan Lingga.

Perahunya yang beratap kajang ini menjadi sebuah rumah, di sana mereka memasak dan tidur bersama keluarganya.

Orang suku laut ini biasanya hidup berpindah antar pulau hingga muara sungai atau nomaden.


Perahu orang suku laut memiliki atap terbuat dari daun rumbia

Penjaga Wilayah Perairan Kesultanan

Konon orang ini sudah menghuni wilayah Melayu-Lingga sejak 2.500-1.500 sebelum masehi sebagai bangsa melayu tua atau proto melayu.

Orang suku ini kemudian menyebar melalui Semenanjung Malaka ke wilayah Sumatera.

Berdasarkan sejarah, orang suku laut itu dulunya adalah perompak dalam Kerajaan Sriwijaya, kesultanan malaka dan Kesultanan Johor.

Dulu mereka menjaga selat, mengusir bajak laut dan memandu pedagang sampai ke pelabuhan kerajaan zaman itu.

Tidak hanya itu, dalam sejarah mereka juga bertugas sebagai penjaga wilayah perairan kesultanan, sebagai pasukan serang dan menyediakan kebutuhan laut.

Dari kisah itu tentunya peranan suku laut sangat penting dalam kerajaan yang berkuasa ketika itu.

Punya Rumah Adat Suku Laut

Ada hal menarik dari suku ini, ternyata mereka juga memiliki rumah adat suku laut, mereka menyebutnya sampan sebagai simbol kesatuan 

Sampan itu sebuah perahu yang beratapkan kajang lipat. Atapnya terbuat dari daun rumbia dan pada satu sampan biasanya hanya satu keluarga.

Orang ini hidup berpindah-pindah menggunakan sampan yang sekaligus menjadi rumahnya saat di laut

Pada zaman orde baru, orang laut yang ada di Lingga dikategorikan sebagai masyarakat terasing dan tertinggal dari segi pendidikan.

Tidak hanya itu, dari segi kondisi kesehatan dan lokasi tempat tinggal serta pekerjaanya juga membuatnya berbeda dengan masyarakat lain. rekamwisata.com















Share:

12 Oktober 2022

Kepri Pernah Punya Uang Khusus Lawan Dolar Malaya

10 koin rupiah khusus Kepri masih ada Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah



Kepri atau Provinsi Kepulauan Riau ternyata pernah menggunakan uang khusus untuk menghadang dolar pada tahun 1960.


Uang tersebut dalam bentuk koin yang terbuat dari bahan logam. Alat tukar ini unik karena hanya berlaku untuk Kepulauan Riau.


Penerbitan mata uang rupiah khusus Kepri ini untuk menghentikan penggunaan uang dolar Malaya ketika itu.


Uang ini bernama KR yang artinya Kepulauan Riau yang sekarang bisa anda temukan di Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah di Tanjungpinang


Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah



Di museum anda akan melihat uang koin ini dalam pecahan 1 sen hingga 50 sen. Jumlahnya sebanyak 10 koin.


Semua uang logam ini memiliki gambar Presiden Ri Soekarno dan sisi lainya bergambar padi dan kapas.


Mungkin sebelumnya tidak banyak masyarakat di Indonesia yang mengetahui sejarah yang satu ini. 


Pada zaman dahulu Kepri termasuk daerah strategis dan sangat mendapat perhatian di Indonesia. Terlebih dari segi perekonomian dan transaksi keuangan.


Pengunjung melihat koleksi sejarah di Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah



Bahkan saat itu negara pernah mengeluarkan uang khusus sebagai alat tukar dan pembayaran yang sah di Kepri.


Kepri yang terletak cukup strategis karena berdekatan dengan Negara Singapura dan Malaysia menjadi keunggulan tersendiri baginya.


Rupiah Nyaris Tidak Berlaku


Wilayah ini salah satu pintu masuk negara lain ke Indonesia. Sehingga hampir semua transaksi keuangan masyarakatnya berada di bawah kuasa mata uang asing.


Dalam catatan sejarah, kala itu rupiah hampir tidak berlaku sebagai alat tukar yang sah. 


Saat itu Kepri yang meliputi Kewedanaan Lingga, Tanjungpinang, Pulau Tujuh dan Karimun.


Akibat transaksi mata uang asing yang mendominasi itu, pemerintah pusat memutuskan untuk mengeluarkan peraturan khusus.


Aturan itu berisikan tentang penggunaan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di Kepri.


Koleksi uang yang digunakan pada zaman kerajaan riau lingga pahang


Berlaku Selama 3 Tahun


Pemberlakuan mata uang rupiah khusus berlangsung hampir tiga tahun sejak awal 1960 hingga 1963. Kemudian peredarannya kembali ditarik oleh pemerintah.


Undang-undang nomor 21 tahun 1963 tentang peraturan pembayaran gaji, polri, anggota angkatan perang RI dan pejabat di Kepri menggunakan uang itu dicabut.


Setelah itu warga kembali menggunakan uang rupiah yang berlaku di seluruh Indonesia kecuali Irian.


Penggunaan uang rupiah khusus itu, menjadi salah satu tonggak sejarah perjalanan bangsa Indonesia khususnya Bank Indonesia.


Selain di Tanjungpinang, uang khusus ini bisa anda lihat di museum Bank Indonesia, Jakarta Barat. rekamwisata.com





Share:

11 Oktober 2022

Sejarah Unik Masjid Agung Al-Hikmah di Tanjungpinang



Penampakan Masjid Agung Al-Hikmah dari ketinggian

Sejarah unik Masjid Agung Al-Hikmah yang terletak di Kota Tanjungpinang wajib dikenali bagi anda pencinta wisata religi.

Konon masjid ini berdiri atas buah tangan warga etnis India yang berada di Tanjungpinang tahun 1850 silam.

Dahulu mesjid ini bernama Masjid Keling yang merupakan sebutan bagi etnis India yang tinggal di Ibukota Kepri.

Berdasarkan cerita turun temurun, dulunya orang India yang solat di masjid itu menggunakan sampan mengarungi sungai yang sekarang menjadi Jalan Bintan.

Sejarahwan memperkirakan usia masjid ini sudah mencapai 100 tahun dan awalnya berbentuk seperti panggung.

Pada abad 19 lalu, bentuk arsitektur khas bangunan di Tanjungpinang seperti panggung walaupun bangunannya jauh dari laut.

Seiring berjalan waktu, masjid ini terus mengalami renovasi sehingga bentuk semulanya tidak terlihat. Sekarang bangunan itu bernama Masjid Agung Al-Hikmah.

Bentuk asli masjid ini terbuat dari kayu kapur atau kayu merah, sekarang reflikanya ada di Dabo Singkep yang bernama Masjid Al-Zulfa.

Membicarakan pariwisata di Kepri memang tidak ada habisnya, termasuk wisata religinya yang sangat dan berasal dari berbagai agama.

Kini Masjid Agung Al-Hikmah sudah memegang status sebagai masjid agung dan menjadi destinasi wisata umat islam.

Mampu Tampung 4.000 Jemaah

Setelah penambahan dan perombakan, luas masjid ini bertambah menjadi 35 x 30 meter persegi, dapat menampung 4.000 jamaah.

Di dalam masjid terdapat mimbar yang terbuat dari kayu jati sejak tahun 1960-an.

Mesjid tersebut terletak di Jalan Masjid nomor 1. Dari Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang, hanya butuh waktu 5 menit menggunakan kendaraan.

Berangkat dari Jalan Merdeka kemudian belok ke Jalan Tengku Umar.
 
Dari kejauhan, sekitar 150 meter menjelang mesjid ini anda akan melihat menara  masjid dari kejuhan.

Menara masjid dibangun pada masa pemerintahan Kabupaten Kepri ketika masih bergabung dengan Provinsi Riau. 

Sekarang Masjid Agung Al-Hikmah sudah lengkap dengan fasilitas pendukung ibadah untuk para pengunjung.

Terdapat ruang salat, mukena, sarung, kitab Al-Quran, kipas angin, AC, Kamar mandi, perpustakaan serta aula serbaguna.rekamwisata.com


Share:

10 Oktober 2022

Vihara Avalokitesvara Terbesar di Asia Tenggara

Patung Dewi Kuan Yin

Vihara Avalokitesvara menjadi salah satu dari sekian banyak wisata religi di Kepri yang terletak di Tanjungpinang.

Selain terkenal dengan wisata baharinya, Kepri juga terkenal dengan wisata religi dan budaya yang tidak kalah menarik.

Ketika masuk ke kawasan vihara ini traveler akan berjumpa dengan halaman pekarangan yang luas.

Seketika anda akan merasakan seperti di sebuah komplek kerajaan Cina karena jarak dari gerbang ke bangunan utama sekitar 70 meter.

Bagunan megah itu berdiri tahun 2003 dan diresmikan oleh menteri agama Magtuh Basyuni tahun 2009 lalu.

Halaman Vihara Avalokitesvara

Pada bagian utama bagunan ini terdapat patung Dewi Kuan Yin setinggi 16,8 meter yang berlapis emas 22 karat memiliki berat 40 ton

Kemudian di sekeliling patung ini terdapat patung dewi-dewi setinggi 3,5 sampai 4 meter.

Bagian depanya terdapat enam tiang berukiran naga dari batu yang berasal dari Tiongkok dan ukiran patung Boddihstava Avalokitesvara di dindingnya.

Gedung Utama Vihara Avalokitesvara

Vihara ini tidak hanya untuk beribadah bagi warga Tionghoa, di sana juga tempat memperdalam ilmu, belajar para biksu.

Tempat ibadah umat Budha ini juga menyimpan banyak sejarah, salah satunya memiliki komunitas terbanyak di Tanjungpinang.

Tempat Kremasi

Selain itu di vihara ini juga terdapat tempat kremasi atau pembakaran mayat bagi penduduk yang menganut agama Budha.

Sekarang kawasan ini sering menjadi tempat bersantai bagi warga sekitar, ada yang berolahraga, juga ada yang berswafoto.

Dua Patung di Kolam Depan Vihara Avalokitesvara

Masuk ke sana tidak bayar sama sekali alias gratis, pengunjung hanya perlu menjaga ketentraman agar tidak mengganggu orang beribadah.

Gerbang vihara dibuka pagi saat petugas mulai datang dan akan tutup sekitar pukul 18.00 WIB, petugas mengunci gerbang saat malam.

Aturan saat berkunjung Vihara Avalokitesvara ini tidak sulit, cukup menggunakan pakaian yang sopan dan melepas sendal saat masuk ke gedung utama.

Warga sekitar saat berkunjung ke Vihara Avalokitesvara

Banyak Spot Hunting Foto

Kebanyakan pengunjung yang datang akan memanfaatkan momen itu untuk hunting foto atau berswafoto.

Karena arsitektur bangunan yang terbuat dari batu yang terukir itu memiliki daya tarik tersendiri.

Pengunjung bebas masuk hingga ke dalam vihara dekat patung Dewi Kuan Yin dengan catatan harus menjaga etika. rekamwisata.com






Share:

06 Oktober 2022

Gereja Ayam Peninggalan Kolonial Belanda dan Tertua di Kepri


Gereja BPIB Bethel Tanjungpinang atau Gereja Ayam

Gereja ayam terkenal dengan gereja paling tua di Provinsi Kepri yang terletak di Kota Tanjungpinang.

Rumah ibadah tersebut merupakan bangunan peninggalan zaman kolonial Belanda yang sekarang masih berdiri kokoh di Kota Gurindam.

Gereja tua ini bernama GPIB Bethel, beralamat di Jalan Gereja, nomor 1, Kota Tanjungpinang yang sudah berdiri sejak tahun 1835 silam.

Masyarakat setempat menamai gereja ini dengan sebutan Gerja Ayam. Karena di atas menaranya terdapat sebuah hiasan besi pipih berbentuk ayam.

Fungsi hiasan besi pipih sebagai penunjuk arah angin pada zaman dulunya yang bisa berputar hingga 180 derajat mengikuti hembusan angin.

Kehadiran bangsa-bangsa Eropa di Indonesia sejak awal abad 16 sudah mempengaruhi berbagai kebudayaan, salah satunya dalam hal bangunan.

Bangunan gereja ini menghadap arah barat dan berwarna coklat, di sana terdapat pintu yang menjorok ke depan kemudian membentuk seperti kanopi.

Gereja ayam ini memiliki luas 19 x 9 dengan volume 171 m2,  pada bagian depan atapnya bertrap seperti tangga yang memiliki enam undakan. 

Lahannya berbatasan dengan Jalan Teratai sebelah utara, bangunan sekolah sebelah selatan, Jalan geraja  sebelah timur dan Jalan Ketapan sebelah barat.

Kemudian bangunan Sekolah Dasar yang berada di sebelah selatan gereja ini juga sudah tua, sudah ada sejak tahun 1962.

Dari Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) Tanjungpinang, menuju gereja ini sangat dekat, berjalan kali sekitar 15 menit ke arah Jalan Tangku Umar.

Sekarang keaslian bagian luar bangunan ini masih terjaga, namun bagian dalam sudah mengalami perubahan seperti keramik pada lantai, pilar dan tangga.

Perubahan tersebut melunturkan kesan tua pada gereja itu. Unsur kekunoannya juga mulai tergerus, kecuali deret kursi kuno yang ada di balkon.

Sisi kanan Gereja Ayam

Berstatus Cagar Budaya

Ketika peresmiannya, gereja ini bersanama De Nederlandse Hervormde Kerkte Tandjoengpinang dan berstatus sebagai cagar budaya.

Konon dalam pembangunan gereja ini dibantu dalam bentuk material oleh Yang Dipertuan Muda Riau VII, Raja Abdurrahman.

Bantuan serupa juga berasal dari Kapitan Cina pada masa tersebut. Hal itu mencerminkan  kerukunan beragama di Tanjungpinang kala itu.

Ketika pembangunanya gereja tersebut hanya untuk peribadatan orang Belanda dan kerabatnya termasuk serdadu militer Hindia-Belanda yang beragama Kristen Protestan.

Menjadi Bahan Penelitian

Tempat sakral yang satu ini juga sering menjadi bahan penelitian oleh para Sejarahwan yang ada di Kepri serta Arkeoligi. 

Alasanya pasti karena gereja ini menyimpan berbagai sejarah pada zaman dahulunya. 

Meski demikian, fungsi utamanya sebagai tempat beribadah umat kristen sejak awal berdiri hingga sekarang tetap sama. rekamwisata.com








Share:

11 September 2022

Penyengat Sebagai Pulau Perdamaian Dunia


Wisatawan berkunjung ke Masjid Penyengat


Penyengat sebagai pulau perdamaian dunia mendapat respon luar biasa bagi masyarakat Kota Tanjungpinang, Kepri.

Penetapan itu langsung oleh Presiden Komite Perdamaian Dunia yaitu Prof. Dr. Djuyoto Sutani di Balai Adat Pulau Penyengat tahun 2019.

Terdapat sembilan alasan yang menjadi dasar penetapan ini, salah satunya adalah karena pusat peradaban melayu serta masyarakatnya beretika.

Penobatan itu tentu menjadi peluang besar untuk menarik kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara dan semakin terkenal oleh dunia.

Pulau itu terletak sangat dekat dengan Kota Tanjungpinang, menempuh jarah sekitar 15 menit menggunakan kapal pompong dari dermaga kuning.

Cukup mengeluarkan ongkos Rp 8.000 per orang, wisatawan sudah sampai di sebuah pulau yang menyimpan banyak sejarah peradaban islam melayu.
Bukti peninggalan sejarah di Bukit Kursi


Dulunya nama penyengat berasal dari kejadian yang menimpa pelaut yang biasa singgah untuk mengambil air tawar di pulau itu.

Saat mengambil air tawar ada sekelompok hewan seperti tawon yang menyerang dan menyengat sehingga mengedarkan berita bahwa pulau itu menyengat.

Seiring berjalannya waktu, namanya berubah menjadi Pulau Penyengat dan kini menjadi salah satu objek wisata budaya di Kepulauan Riau.

Di pulau ini wisatawan akan menemukan banyak peninggalan sejarah, seperti Masjid Raya Sultan Riau yang katanya terbuat dari putih telur.

Banyak makam raja yang dipertuan muda kerajaan Johor- Pahang dan Riau- Lingga yaitu Raja Haji Fisabilillah dan Raja Ali Haji.


Suasana di depan balai Kelurahan Penyengat
Selain itu terdapat komplek istana kantor, benteng pertahanan di Bukit Kursi, balai adat melayu Kepulauan Riau.

Ada peninggalan sejarah yang bisa di Masjid Penyengat yaitu Al-Quran yang dibuat dengan tulisan tangan dan usianya sudah ratusan tahun.

Pemerintah daerah sedang melakukan pembenahan di pulau itu agar lebih menarik dan nyaman untuk masyarakat dan wisatawan yang akan berkunjung.

Revitalisasi ini tidak menghilangkan nilai sejarah dan budaya yang selama ini terus dijaga.

Mulai dari penyediaan air bersih untuk warga penyengat yang sekarang diisi sekitar 2.500 orang hingga perbaikan jalan agar wisatawan betah.

Tersedia becak motor untuk membawa wisatawan berkeliling Pulau Penyengat


Tidak perlu khawatir wisatawan yang datang bisa menyewa tempat penginapan dengan harga yang terjangkau tentunya. rekamwisata.com

 



Share:

Labels